Dialog Film Nasional, Antara Kearifan Lokal Versus Budaya Asing
![]() |
Ody Mulya a.ka Bang Ody Produser Film |
Rabu 24 Mei 2017 kemarin, bertempat
di Hotel Santika Jl. KS Tubun Jakarta Barat, Pusat Pengembangan Perfilman
Indonesia(Pusbang Film) bekerjasama dengan Forum Wartawan Hiburan Indonesia (Forwan) mengadakan acara
Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) terkait
Film Nasional dengan Tema, “Kearifan Lokal sebagai Kekuatan Film Nasional Menghadang Penetrasi Budaya Asing.
Saya bersama empat teman
Blogger (Taudariblogger) mendapat undangan khusus untuk hadir di acara tersebut bergabung bersama dengan puluhan rekan-rekan wartawan
dan tamu undangan lainya. Datang sebagai Blogger tidak
membuat saya minder apalagi mati gaya, sebab beberapa wartawan di sana adalah juga teman saya, kami sering bertemu di event-event tertentu seperti nobar film (Gala Premier), mereka adalah wartawan hiburan yang sering meliput acara-acara
film sementara saya adalah blogger film (ini sih ngaku-ngaku aja,hehehe).
Sebagai blogger film, momen
ini sangat menarik karena saya bisa belajar banyak (berdiskusi) dengan para praktisi dan pemerhati
film, sekaligus bisa ikut sumbang saran bagi kemajuan perfilman tanah air (cie gaya amat). Forumnya tepat menurut saya karena di sana juga hadir perwakilan pemerintah dalam hal ini Pusbang
Film yang bisa menampung ide dan melaksanakannya. Bahasan diskusi fokus pada kondisi perfilman tanah air akhir-akhir ini.
****
Setelah mengisi absensi di meja registrasi, sembari ngopi-ngopi dan ngemil cantik ala syahrini, pukul 9 lebih peserta pun bergegas masuk ke Ruang
Betawi 2 tempat acara diskusi berlangsung, ruang luas yang tertata apik. di dalam berjejer beberapa
meja bundar lengkap dengan buku
catatan, pensil dan beberapa botol air mineral di atasnya. Saya bersama teman blogger
duduk dalam satu meja tidak jauh dari narasumber, sengaja agar
angle gambarya bagus.
Setelah semua peserta memasuki ruangan, kumandang lagu Indonesia Raya menggema di seluruh sudut ruangan menyusul kemudian MC membuka acara diskusi. Acara inti pun dimulai, Pertama, sambutan dari perwakilan Pusbang Film dilanjutkan pemaparan dari para narasumber.
Setelah semua peserta memasuki ruangan, kumandang lagu Indonesia Raya menggema di seluruh sudut ruangan menyusul kemudian MC membuka acara diskusi. Acara inti pun dimulai, Pertama, sambutan dari perwakilan Pusbang Film dilanjutkan pemaparan dari para narasumber.
Diskusi dibagi menjadi dua sesi, pertama diisi oleh tiga narasumber antara lain ada, Toni Sarunggalo (pemerhati
Film, Maman Wijaya (Kepala Pusbang Film, dan Ahmad Syaikhu (wartawan).
Toni
Sarunggalo dalam kesempata itu lebih banyak memaparkan soal makna Kearifan Lokal dan peranannya
bagi perfilman Indonesia. Menurutnya, Film
Indonesia yang mengangkat cerita terkait kearifan lokal terbukti mendapat
sambutan yang baik di luar negeri. Ia memberi contoh Film berjudul “Marlina:Si
Pembunuh Dalam Empat Babak” (Mouly Surya, 2017). Film ini sempat diputar di
Cannes Film Festival dan mendapat apresiasi. Selain itu, ada film yang
mengangkat budaya lokal, yakni “Turah”
(Wicaksono Wisnu Legowo,2016).
Selanjutnya, Toni dalam makalahnya menulis bahwa jenis-jenis
kearifan lokal yang bisa dimasukkan ke cerita film bisa berupa bahasa, tata
cara bicara (dialek), makanan dan busana. Bisa juga berupa kesenian, baik itu
seni pahat, seni kerajinan tangan, seni suara, seni tari dan pola berpikir
masyarakat. Hanya saja Toni menyayangkan dengan minimnya dukungan pemerintah
terkait regulasi dan biaya. Bahwa untuk mengangkat kearifan lokal masyarakat
masih terkendala masalah perekaman (audio visual). Dulu, Merekam awalnya
menjadi tanggung jawab masyarakat seiring perkembangan zaman, perekaman menjadi
tanggung jawab pemerintah atau lembaga terkait. Ia meminta Pemerintah
mengalokasikan dana untuk membantu upaya perekaman event kebudayaan di
masyarakat. Perkembangan jaman dan teknologi menuntut biaya yang lebih besar
untuk perekaman (budaya) sementara anggaran pemerintah terbatas.
Sementara, Maman Wijaya selaku Kepala Pusbang Film, Kemendiknas
dalam presetasinya mengurai upaya yang telah dilakukan
Pemerintah dalam hal ini Pusbang Film terkait pengembangan film Indonesia.
Menurutnya, Pemerintah telah banyak melakukan upaya misalnya terkait regulasi
dan pembiayaan. Selain itu, dalam bentuk apresiasi film dengan mengadakan
festival film. Hal lain menurutnya adalah peningkatan kompetensi bagi insan
perfilman dengan mengadakan workshop, loka karya rutin serta pemberian beasiswa
bagi para sineas muda yang ingin melanjutkan pendidikan ke sarjana satu dan dua
dalam dan luar negeri.
Terkait tema kearifan
lokal, Maman menjelaskan bahwa film bisa dimaknai dengan dua sisi, pertama sebagai
alat penetrasi budaya dan kedua
sebagai cerminan budaya. Melalui film
bisa menjadi alat menyebarkan budaya kearifan lokal kepada dunia luar. Selanjutnya
kata Dia, Film bisa juga digunakan sebagai alat ‘propaganda’ positif mengenai kearifan lokal yang ditujukan kepada
dunia internasional. Bukan sekedar alat penangkal tapi juga hegemoni (menguasai)
dunia luar degan makna potisitf. Oleh karena itu, Dia mengajak para pembuat
film Indonesia untuk membuat film yang banyak dengan catatan filmya menarik
atau mau ditonton masyarakat banyak.
Semetara itu, Sesi kedua diisi oleh tiga narasumber yakni Bung
Ody Mulya (Produser Film), Ichwan persada (Produser Film) dan Bella Luna (Artis/aktor).
Ichwan menjelaskan bagaimana kita (Indonesia) memposisikan budaya Lokal agar tidak
sekedar bisa bertahan melawan budaya asing tapi juga bisa meng-ekspor budaya
sendiri agar dikonsumsi masyarakat global. Menurutnya, film memiliki kapasitas
untuk itu (melakukan perubahan) dan Film Indoesia telah melakukannya sepanjang
lebih satu dekade ini.
Terkait kearifan lokal, Ia mencontohkan film hasil garapannya
berjudul “Silariang the Movie (2017). Mengambil tiga lokasi syuting di Sulawesi
Selatan. Salah satu contoh pemasukan unsur local dalam film. Dalam makalahnya,
Ia juga menulis, bahwa Film adalah paket komplit yang sangat potensial untuk
memperlihatkan wajah Indonesia ke dunia luar. Hanya saja, senada dengan
narasumber sebelumnya, Toni Sarunggao, Ia menyayangkan sikap pemerintah yang
masih minim dalam hal dukungan. Contohnya,selama ini sineas berjuang sendiri
memproduksi filmya dan mendaftarkannya ke festival film, baru setelah film
tersebut terpilih,pemerintah menawarkan dukungan (bantuan). Contoh lainnya, Film Spiderman:Homecoming
yang mendapat promosi besar-besaran dari provider komunikasi nasional, kenapa
film Indonesia tidak dipromosikan sama? Ia mempertanyakan. Hal lain adalah
masalah birokrasi yang ribet disejumlah daerah yang pernah Ia jadikan lokasi
syuting.
Senada dengan itu, Ody Mulya Hidayat (ketua Asssosiasi
Perusahaan Film Indonesia (APFI) yang menyorot peran pemerintah. Ia khawatir
dengan regulasi pemerintah terkait film nasional. Kita tahu, baru-baru ini
pemerintah mencabut film dari regulasi Daftar Negatif Investasi (DNI), ruh regulasi
ini diantaranya adalah “1 porsen pun modal dari luar negeri tidak boleh masuk
dalam industry film”.
Dengan dicabutya ini maka keran investasi dari luar ke industry film
akan terbuka lebar. Imbas postifnya kata Ody adalah meningkatnya jumlah bioskop
di Indonesia tapi efek negatifnya adalah berimbas pada jumlah penayangan film
Indonesia yang berkurang jika tidak dibuat regulasi lain yang berpihak pada
film Indonesia.
“keuntugannya (dicabutnya
film di DNI), bioskop akan ada dimana-mana namun regulasinya dipertegas. Berapa
besar film impor bisa masuk dan film Indonesia tidak dibatasi penayangannya di
Bioskop,” kata Ody.
Dengan beberapa pemaparan
narasumber, dan sesi tanya jawab interaktif antara pemerintah, praktisi,
pengamat film dan wartawan serta Blogger membuat saya semakin faham kondisi
perfilman saat ini dan bagaimana agar film Indonesia bisa Berjaya paling tidak di
negeri sendiri. Memasukkan kearifan lokal dalam perfilman tanah air hanya salah
satu upaya kecil bagi kita dalam meredam ‘serangan’ budaya asing yang negatif, yang
lebih penting adalah dukungan dari pemerintah baik itu regulasi maupun
bantuan-bantuan lainnya. Akhir kata, mari dukung film Indonesia dengan menonton
film Indonesia berkualitas di bioskop dengan begitu industri film Indonesia
akan semakin berkembang dan pada akhirnya menjadi Tuan Rumah di negeri sendiri.
![]() |
Narasumber |
![]() |
Bella Luna Artis seni peran |
Komentar
Posting Komentar