Kenali dan Cegah Autisme Sejak Dini
Seminar Kesehatan tentang Autisme |
Tak kenal
maka tak sayang.
Begitu pun dengan penyandang
Autisme. Mereka ada di sekeliling kita
atau bahkan mungkin saja ada di lingkungan terdekat kita, keluarga. Minimnya informasi dan sosialisasi terkait dengan Autisme di masyarakat memunculkan
stigma negatif bagi mereka. Apa penyebabnya, bagaimana mencegah dan menangani anak penyandang Autisme?
Himpunan
Mahasiswa Prodi
Fisioterapi
Binawan, bekerjasama dengan Yayasan Cinta Harapan
Indonesia (YCHI),
menggelar Seminar
Kesehatan Nasional yang bertajuk “ Charity For Autism, Get Understanding in
Holistic”, di
Auditorium STIKes
Binawan, lantai
4, Jl, Kalibata Raya No.25-30, Cawang, Kramat Jati, Sabtu (7/11/15).
Seminar dimulai pukul 8.30 pagi. hadir
sekitar 170 peserta seminar. Mereka datang dari berbagai profesi antara lain
mahasiswa, guru, perawat, dokter dan masyarakt
umum. Sebagai Narasumber,
diantaranya dr. Adre Mayza,
dr. Muhamad Toris dan dr. Tri Gunadi. Yang menjadi Moderator adalah dr Arsyad Subu,
salah seorang Staf Pengajar di STIKes Binawan.
Pembicara
pertama yakni Dr Adre Mayza,
Ahli Neurologi Indonesia. “Autisme adalah
gangguan perkembangan yang mempengaruhi interaksi sosial, komunikasi dan
perilaku seseorang dan sampai sekarang belum bisa diketahui penyebab
pastinya” katanya.
Menurutnya, Autism terjadi karena adanya gangguan system syaraf dalam
otak. Hal ini terjadi karena adanya
gangguan biokimia di dalamnya. Ada malfungsi otak, meskipun secara
struktural baik. Mengingat, ada sekitar 22 fungsi otak dalam tubuh manusia, 3
diantaranya adalah berhubungan dengan kognitif, afektif dan konatif. Saat ini,
kata dr Adre, penanganan anak autism cenderung hanya pada 3 bagian ini
sementara bagian lainnya tidak diperhatikan. Banyak terapi yang hanya fokus
melatih kemampuan motorik tapi tidak menyentuh pada sisi dalam (neuron) otak anak
itu sendiri. Yang terpenting adalah
melatih koordinasi antara bagian bagian atau fungsi-fungsi otak dengan
edu-terapi tertentu.
Slide Presetasinya dr Adre Mayza |
Lebih lanjut, Dr Adre memaparkan,
bahwa data UNESCO
(2011), menunjukkan ada 2 - 6 dari 1000 orang adalah penyandang Autism. Data Indonesia (2013), lebih dari 112.000
anak menyandang autism pada usia 5-19 tahun.
Fakta-fakta lainnya, bahwa
autisme 4 kali lebih banyak terjadi pada anak laki-laki, auitisme tidak ada
relefansinya dengan taraf dan gaya hidup keluarga dan tidak berdasar ras/etnis
sehingga bisa dikatakan, autism bisa menyerang siapa saja di dalam anggota
keluarga kita.
Selesai pemaparan dr Adre Mayza, giliran dr Muhamad Toris menyampaikan
materinya. Pria ini lulusan S1 Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia (UI), S2 di Harajuku University Japan dan
terakhir mengambil spesialis Kedokteran kelautan di Universitas Indonesia.
Menurut dr. Toris, autisme disebabkan oleh adanya kelemahan genetik yang
ditunjang oleh paparan negatif dari lingkungan.
“Beberapa kasus, disebabkan oleh predisposisi
(kecendrungan terjangkit)) yang diturunkan oleh Ayah dan Ibu secara bersama-sama”
ungkapnya.
Lebih lanjut dr. Toris menjelaskan bahwa autisme terjadi karena disebabkan
oleh multifaktorial atau banyak faktor, diantaranya faktor makanan yang
terkontaminasi zat beracun yang mengakibatkan penurunan fungsi metabolisme tubuh
kemudian menghambat penyaluran energi s ke sistem pernafasan.
Salah satu Slide Presentasinya dr M Toris |
Bagaimana mencegahnya? Dia menyarankan untuk menghindari makanan-makanan
yang mangandung pemanis ASPARTAME.
“Produk ini banyak kita jumpai dalam minuman makanan energi” katanya. Selain makanan, penyemprot dan pembasmi
nyamuk, polusi udara, asap kebakaran hutan juga bisa menjadi pemicu autisme.
“Untuk ibu hamil, kebiasaan merokok, miras, kekurangan vitamin mineral
misalnya Zink dan pendarahan bisa menjadi pemicu terjadinya gangguan pada
janin, berpotensi menyebabkan anak terlahir autism dan bagi yang belum menikah, hindari perkawinan
sedarah” kata DR Toris menutup sesi seminarnya.
Selanjutnya sesi seminar dilanjutkan oleh dr Tri Gunadi, Dosen Vokasi
kedokteran Okupasi Terapi UI. Dia
memperkenalkan metode yang disebut ABA-VB. Apa itu? ABA –Verbal
Behaviour adalah sebuah metode terapi perilaku dengan pendekatan Applied
Behaviour Analysis, yang dikembangkan oleh Ivar
Lovaas dkk di UCLA pada tahun 1981 kemudian masuk ke Indonesia pada tahun
1997. Dia salah satu pelopor metode ini di Indonesia.
Menurutnya, fokus pertama terapi anak Autisme adalah terapi perilaku,
kemudian dilanjutkan pada terapi wicara. Alasannya kata dia, terapi masalah
prilaku menjadi dasar perbaikan dan terapi wicara bagi anak autism, salah satu
perilaku adalah kemampuan meniup, ini dasar untuk memulai mengajarkan anak
berbicara.
Itulah sebabnya terapi ABA-VB ini dibagi menjadi tiga kelompok, ada Beginning,
Intermediate dan Advance. Di tahapan
beginning ini anak belum tahu apa-apa, masih
Nol. Sehingga terapi yang pasa adalah berfokus pada terapi perilaku saja.
Ada sekitar 500 program atau konsep kata yang akan dilatihkan di terapi
ABA-VB ini. diantaranya, latihan penguasaan bahasa abstrak, kemampuan bina
diri, akademis dan keterampilan soial. Evaluasi atau penilaiannya terekam
dengan baik. Anak dianggap lulus jika mereka sudah mampu melakukan 5 intruksi
secara berurutan dan benar.
Slide presentasi dr Tri Gunadi |
Yang menarik adalah Dr Tri Gunadi ini memiliki anak yang juga menyandang
Autisme. Butuh waktu sekitar 5 tahun
untuk melatih anaknya hidup normal kembali.
Sekarang anaknya sudah SMP dan memiliki kemampuan berbahasa inggris yang
baik.
“Menangani anak autism butuh kerjasama berbagai pihak, tidak bisa satu
pihak. Kemudian harus terintegrasi satu sama lain. Diperlukan sebuah Metode
tepat dan orang yang tepat (punya sertifikasi) untuk menangani mereka”
tegasnya.
terapi perilaku dahulu baru terapi wicara,ABA |
Jadi semakin tahu...
BalasHapusalhamdulillah,,sharing is caring ya bang lius
BalasHapus